A. PENDAHULUAN
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak pada tepi kelopak bisanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit.
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia, iritatif, dan bahan kosmetik. Infeksi kelopak dapat disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, dan pseudomonas. Di kenal bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis.
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket dan epiforia. Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis.
Biasanya blefaritis sebelum diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat, dan kemudian diberikan antibiotik yang sesuia. Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazoin, dan madarosis.
B. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan ,kerusakan sistem imun atau kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri , sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.
C. ANATOMI
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untukmelindungi bola mata terhapat trauma, trauma sinar dan pengeringan mata.
Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.
Pada kelopak terdapat bagian-bagian :
• Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus.
• Otot seperti : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. M. Orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. fasial. M. Levator palpebra berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
• Di dalam kelopak terdapak tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
• Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosa berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
D. ETIOLOGI
Terdapat 2 jenis blefaritis, yaitu :
1. Blefaritis anterior : mengenai kelopak mata bagian luar depan (tempat melekatnya bulu mata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan seborrheik. Blefaritis stafilokok dapat disebabkan infeksi dengan Staphylococcus aureus, yang sering ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis atau stafilokok koagulase-negatif. Blefaritis seboroik(non-ulseratif) umumnya bersamaan dengan adanya Pityrosporum ovale.
2. Blefaritis posterior : mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak mata yang lembab, yang bersentuhan dengan mata). Penyebabnya adalah kelainan pada kelenjar minyak. Dua penyakit kulit yang bisa menyebabkan blefaritis posterior adalah rosasea dan ketombe pada kulit kepala (dermatitis seboreik).
E. KLASIFIKASI
1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid dan sulfisolksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meibormianitis), yang biasanya menyertai.1
2. Blefaritis Seboroik
Blefaritis sebore biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 Tahun), dengan keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar Meiborn, air mata berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva. Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng.
Blefaritis seboroik merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya. Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi hangat. Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar Meibom ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Penyulit yang dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal, tukak kornea, vaskularisasi, hordeolum dan madarosis.
3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kulit di daerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang berambut minyak. Blefaritis ini berjalan bersama dermatitik seboroik.
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan terasa panas dan gatal. Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna halus-halus dan penebalan margo palpebra disertai madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari dasarnya mengakibatkan perdarahan.
Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan shampoo bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme pasien. Penyulit yang dapat terjadi pada blefaritis skuamosa adalah keratitis, konjungtivitis.
4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekunung-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang yang kecil dan mengeluarkan dfarah di sekitar bulu mata. Pada blewfaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis).
Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya disebabkan stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi roboransia.
Penyulit adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel rambut, trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion. Bila ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan parut yang juga dapat berakibat trikiasis.
5. Blefaritis angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi staphylococcus pada tepi kelopak di sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus eksternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi puntum lakrimal. Blefariris angularis disebabkan Staphylococcus aureus. Biasanya kelainan ini bersifat rekuren.
Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan Sengsulfat. Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial sudut mata yang akan menyumbat duktus lakrimal.
6. Meibomianitis
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan tanda peradangan lokal pada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik lokal.
F. GAMBARAN KLINIK
Gejala :
1. Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik dan keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata.
2. Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya.
Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah.
Bisa terjadi pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok.
3. Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang.
Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng dilepaskan, bisa terjadi perdarahan. Selama tidur, sekresi mata mengering sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.
Tanda :
• Skuama pada tepi kelopak
• Jumlah bulu mata berkurang
• Obstruksi dan sumbatan duktus meibom
• Sekresi Meibom keruh
• Injeksi pada tepi kelopak
• Abnormalitas film air mata
G. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata.
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan utama adalah membersihkan pinggiran kelopak mata untuk mengangkat minyak yang merupakan makanan bagi bakteri. Bisa digunakan sampo bayi atau pembersih khusus. Untuk membantu membasmi bakteri kadang diberikan salep antibiotik (misalnya erythromycin atau sulfacetamide) atau antibiotik per-oral (misalnya tetracycline). Jika terdapat dermatitis seboroik, harus diobati. Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan dengan mengoleskan jeli petroleum pada dasar bulu mata.
I. PROGNOSIS
Pada blefaritis prognosis sangat baik dan dapat hilang dengan terapi.
Posted by halfian at 8:59 PM 0 comments
Monday, April 02, 2007
20 tips for permanent weight loss
Permanent weight loss can be a challenge. These 20 ideas can
help.
Weight maintenance is much like weight loss. The principles are essentially
the same: Eat healthy foods, control your portion sizes and exercise regularly.
And to keep the pounds off permanently, you need to incorporate the new, healthy
behaviors into your routine so that they become a natural part of your daily
life.
Here are 20 ideas to reinforce your healthy lifestyle and to keep you
committed to permanent weight loss.
1. Exercise 30 to 60 minutes each day. If
time is limited, exercise for several brief periods throughout the day — for
example, three 10-minute sessions rather than one 30-minute session.
2. Eat three healthy meals during the day, including
a good breakfast. Skipping meals causes increased hunger and may lead
to excessive snacking.
3. Focus on fruits and vegetables. Top off
your morning cereal with sliced strawberries or bananas. Stir berries or peaches
in yogurt or cottage cheese. Liven up your sandwiches with vegetables, such as
tomato, lettuce, onion, peppers and cucumber.
4. Weigh yourself regularly. Monitoring your
weight can tell you whether your efforts are working and can help you detect
small weight gains before they become even larger.
5. Don't keep comfort foods in the house. If
you tend to eat high-fat, high-calorie foods when you're upset or depressed or
bored, don't keep them around. Availability of food is one of the strongest
factors in determining how much a person eats.
6. Plan a family activity. Get the family
together to go for a bike ride, play disc golf or kick the ball around in the
yard.
7. Eat healthy foods first. Eat foods that
are healthy and low in calories first so that when it comes time to enjoy your
favorites — sweets or junk food, for example — you won't be so hungry.
8. Pay attention to portions. Serve meals
already dished onto plates instead of placing serving bowls on the table. Take
slightly less than what you think you'll eat. You can always have seconds, if
really necessary.
9. Create opportunities to be active. Wash
your car at home instead of going to the car wash. Bike or walk to the store.
Participate in your kid's activities at the playground or park.
10. Sit down together for family meals. Avoid
eating in front of the television. TV viewing strongly affects how much and what
people eat.
11. See what you eat. Eating directly from a
container gives you no sense of how much you're eating. Seeing food on a plate
or in a bowl keeps you aware of how much you're eating.
12. Vary your activities. Regularly change
your activity routine to avoid exercise burnout. Walk a couple of days, swim
another and go for a bike ride on the weekend. Seek out new activities — karate,
ballroom dancing, cross-country skiing, tennis or Pilates.
13. De-stress your day. Stress can cause you
to eat more. Develop strategies that can help you relax when you find yourself
becoming stressed. Exercise, deep breathing, muscle relaxation techniques and
even a good laugh can ease stress.
14. Eat at home. People eat more food in
restaurants than at home. Limit how often you eat at restaurants. If you do eat
out, decide what and how much you're going to eat before you start and have the
rest boxed to go.
15. Plan healthy snacks. The best snacks
include fruits, vegetables, whole grains and low-fat dairy products. Fruit
smoothies, sliced fresh fruit and yogurt, whole-grain crackers, and carrot and
celery sticks with peanut butter are all good choices.
16. Start your day with a high-fiber breakfast
cereal, such as bran flakes, shredded wheat or oatmeal. Opt for cereals
with "bran" or "fiber" in the name. Or add a few tablespoons of unprocessed
wheat bran to your favorite cereal.
17. Walk for 10 minutes over your lunch hour
or get up a few minutes earlier in the morning and go for a short walk.
18. Plan a week's worth of meals at a time.
Make a detailed grocery list to eliminate last-minute trips to the grocery store
and impulse buys.
19. Look for a distraction when you're fighting a
craving. Call a friend, put on music and dance or exercise, clean the
house, pull weeds in your garden, or run an errand. When your mind is occupied
with something else, the cravings quickly go away.
20. Reward yourself. Losing weight and
keeping the pounds off is a major accomplishment. Celebrate your success with
nonfood rewards, such as new clothes or an outing with friends.
Posted by halfian at 11:46 AM 2 comments
Thursday, June 29, 2006
KERATOSIS SEBOROIK
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak muncul pada orang yang sudah tua, sekitar 20% dari populasi dan biasanya tidak ada atau jarang pada orang dengan usia pertengahan.
Keratosis seboroik memiliki banyak manifestasi klinik yang bisa dilihat, dan keratosis seboroik ini terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit. Keratosis seboroik dapat muncul dalam berbagai bentuk lesi, bisa satu lesi ataupun tipe lesi yang banyak atau multipel.
Walaupun tidak ada faktor etiologi khusus yang dapat diketahui, keratosis seboroik lebih sering muncul pada daerah yang terpapar sinar matahari, terutama pada daerah leher dan wajah, juga daerah ekstremitas.
Status dermatologi yang dapat dilihat adalah berbatas tegas, berwarna kecoklatan atau hiperpigmentasi, dan sedikit meninggi disbanding permukaan kulit sehingga penampakan keratosis seboroik seperti tertempel dalam permukaan kulit. Kebanyakan dari keratosis seboroik memiliki permukaan seperti veruka, dengan konsistensi yang halus atau lembut. Walaupun biasanya diameter lesi keratosis seboroik berkisar dalam hitungan beberapa millimeter saja, tetapi ada beberapa lesi yang dapat mencapai ukuran diameter dalam sentimeter. Krusta dan dasar yang inflamasi dapat ditemukan jika lesi terpapar dengan trauma.
EPIDEMIOLOGI
Secara global atau internasional, keratosis seboroik merupakan tumor jinak pada kulit yang paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat. Angka frekuensi untuk munculnya keratosis seboroik terlihat meningkat seiring dengan peningkatan usia seseorang. Pada tahun 1963, Tindall dan Smith meneliti populasi dari individu yang sudah berusia lebih dari 64 tahun di Carolina Utara dan mendapatkan hasil bahwa 88 % dari populasi tersebut setidaknya memiliki paling kurang satu lesi keratosis seboroik. Dalam penelitian ini, keratosis seboroik ditemukan pada 38 % wanita kulit putih dan 54 % pada pria kulit putih, dan sekitar 61 % pada pria kulit hitam dan sekitar 10 % lebih pada wanita kulit hitam. Pada tahun 1965 Young memeriksa 222 orang yang tinggal di anti jompo Orthodox Jewish di New York dan menemukan bahwa 29,3 % pria dan 37,9 % pada wanita memiliki lesi keratosis seboroik.
Di Inggris, pada tahun 2000, Memon dan kawan-kawan menemukan bahwa populasi dengan usia yang lebih muda dari 40 tahun hanya 8,3 % yang memiliki sedikiktnya satu macam lesi keratosis seboroik pada laki-laki dan 16,7 % sedikitnya satu macam lesi keratosis seboroik pada wanita.
Keratosis seboroik ditemukan lebih banyak pada orang kulit putih dibandingkan dengan orang kulit hitam, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keartosis seboroik lebih sering terjadi pada individu usia tua.
ETIOLOGI
Etiologi dari perkembangan lesi keratosis seboroik pada usia tua tidak dapat diketahui dengan pasti. Meningkatnya jumlah sel yang bereplikasi menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya keratosis seboroik ini. Hal ini telah diketahui melalui penelitian bromodeoxyuridin dan immunohistokimia untuk pengembangan antigen tertentu yang berhubungan. Ada peningkatan yang nyata dan signifikan dari angka terjadinya apoptosis pada semua variasi bentuk dari keratosis seboroik dibandingkan dengan kulit yang normal. Keratosis seboroik biasanya terdapat pada bagian kulit yang paling sering terpajan sinar matahari, dan sebagian tipe keratosis seboroik dapat terbentuk akibat radiasi sinar matahari pada kulit manusia.
PATOFISIOLOGI
Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya , telah terbukti terlibat dalam pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari ekspresi immunoreactive growth hormone receptor di keratinosit pada epidermis normal dan keratosis seboroik.
Ekspresi dari gen bcl-2, suatu gen onkogen penekan apoptosis , rendah pada keratosis seboroik dibandingkan dengan basal sel karsinoma atau skuamos sel karsinoma, yang memiliki nilai yang tinggi untuk jenis gen ini. Tidak ada peningkatan yang dapat dilihat dalam sonic hedgehog signal transducers patched (ptc) dan smoothened (smo) mRNA pada keratosis seboroik dibanding kulit yang normal.
Keratosis Seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi keratosis seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi dari melanosit disekitarnya dengan mensekresi melanocyte-stimulating cytokines. Endotelin-1 memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada melanosit manusia dan telah terbukti terlibat sabagai salah satu peran penting dalam pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik.
Secara Immunohistokimia, keratinosit pada keratosis seboroik memperlihatkan keratin dengan berat molekul yang rendah, tetapi ada sebagian kecil pembentukan keratin dengan berat molekul yang tinggi.
Beberapa Varian Klinikopatologi
Ada beberapa bentuk histologi dan terkadang berbeda secara klinis untuk keratosis seboroik:
Common Seborrheic Keratosis
Sinonim: basal cell papilloma, solid seborrheic keratosis.
Jenis ini dianggap sebagai lesi klasik. Bentuknya seperti jamur, dengan epidermis hiperplastik dan berbatas tegas yang menggantung di sekitar kulit. Tumor ini terdiri dari sel-sel basaloid yang seragam. Kista-kista keratin kadang lebih banyak, dan bisa tampak didalam folikel dan diluar folikel. Melanosit terkadang muncul dalam jumlah banyak, dan produksi pigmennya menghasilkan warna luka hitam. Perpindahan pigmen ke keratinosit kelihatan cukup normal.
Reticulated Seborrheic Keratosis
Sinonim: adenoid seborrheic keratosis.
Kumpulan sel-sel basaloid turun dari dasar epidermis. Kista-kista keratin dikelilingi oleh sel-sel ini. Stroma kolagen eosinopilik yang halus membungkus di sekeliling kumpulan sel basaloid dan dapat membentuk lesi yang banyak.
Stucco Keratosis
Sinonim: hyperkeratotic seborrheic keratosis, digitate seborrheic keratosis, serrated seborrheic keratosis, verrucous seborrheic keratosis.
Stucco keratosis muncul berukuran 3-4 mm, berwarna seperti warna kulit atau benjolan berwarna putih abu-abu yang muncul di tungkai bagian bawah. Penampakan sel epidermal seperti puncak menara gereja mengelilingi inti kolagen membentuk hiperkeratosis seperti jalinan keranjang. Keratinosit yang bervakuola yang ada pada veruka vulgaris tidak ditemukan pada lesi ini, meskipun secara klinis lesi ini bisa menyerupai kutil virus yang kecil.
Clonal Seborrheic Keratosis
Jenis keratosis seboroik ini berbentuk sarang-sarang sel basaloid yang tidak selamanya berbatas tegas berbentuk bulat dan terbungkus longgar di dalam jaringan epidermis. Walaupun sel yang paling banyak adalah keratinosit, sarang-sarang tersebut mengandung melanosit dalam jumlah besar. Keratinosit ini ukurannya bisa bermacam-macam.
Irritated Seborrheic Keratosis
Sinonim: inflamed seborrheic keratosis, basosquamous cell acanthoma.
Kelainan kulit eksematous berubah menjadi keratosis seboroik yang khas. Penyebab dari reaksi eksematous ini tidak diketahui. Bisa jadi disebabkan trauma, tapi belum dapat dibuktikan. Secara histologi, suatu keratosis seboroik memperlihatkan bagian-bagian dari perubahan inflamasi, banyak lingkaran atau pusaran dari sel-sel eosinofilik skuamous yang merata dan tertata seperti bawang. Ini menyerupai mutiara keratin dalam sel karsinoma bersisik, tapi bisa dibedakan oleh besarnya jumlah mereka, kecilnya ukuran, dan bentuknya yang terbatas. Keratinosit dalam suatu keratosis seboroik yang iritasi menunjukan tingginya tingkat keratinisasi atau keratosis seboroik yang sudah dewasa dibandingkan dengan common seborrheic keratosis.
Seborrheic Keratosis with Squamous Atypia
Sel atipik dan diskeratosis bisa terlihat pada beberapa keratosis seborrheic. Lesi tersebut bisa sangat mirip dengan penyakit Bowen’s atau karsinoma sel squamous yang invasive. Tidak diketahui sebab-sebab perubahan tersebut, baik itu akibat dari iritasi atau aktivasi, atau tanda karsinoma sel squamous. Sebaiknya untuk menghilangkan lesi ini seluruhnya.
Melanoacanthoma
Sinonim: pigmented seborrheic keratosis.
Melanoacanthoma lebih gelap dari pigmented seborrheic keratosis. Di dalam lesi ini, ada proliferasi melanosit dendritik yang jelas. Melanosit tersebut kaya dengan melanin, sebaliknya di sekitar keratinosit sangat sedikit mengandung melanin. Melanosit dapat berkembang menjadi sarang, yang melebar dari lapisan basal ke lapisan superfisial epidermis. Lesi ini tidak berpotensi menjadi ganas.
Dermatosis Papulosa Nigra
Dermatosis papulosa nigra merupakan papul kecil pada wajah yang tampak pada orang Afrika Amerika, namun terlihat pada orang yang berkulit lebih gelap dari ras lain, nampak merupakan varian dari keratosis seboroik. Lesi ini merupakan erupsi papul yang berpigmen pada wajah dan leher. Mereka menyerupai melanoacanthoma kecil-kecil. Gambaran histologis seperti common seborrheic keratosis tapi berukuran lebih kecil.
The Sign of Leser-Trelat
Erupsi multipel keratosis seboroik, juga dikenal sebagai the sign of Leser-Trelat, disebutkan berkaitan dengan multipel internal malignancies yang tersembunyi dan sering diikuti dengan rasa gatal . Keganasan yang paling sering dihubungkan adalah adenokarsinoma lambung, colon, dan payudara. Tanda ini juga telah dilaporkan dengan berbagai macam tumor, termasuk limfoma, leukemia, dan melanoma. Tanda ini juga disebutkan bahwa berhubungan dengan hiperkeratosis telapak tangan dan telapak kaki terkait dengan penyakit keganasan dan dengan acanthosis nigricans.
Bukti yang mendukung dugaan hubungan keratosis seboroik dengan keganasan sangat sedikit. Banyak kanker yang dikaitkan dengan keratosis seboroik adalah kanker umum. Keratosa seborik juga umum. Membuktikan hubungan kausal yang tidak umum antara kanker umum dan kelainan kulit yang umum merupakan hal sulit.
Fenomena keratosis seboroik yang bisa pecah, mungkin menunjukkan peradangan dermatosis yang berpusat di sekitar papiloma kulit dan keratosis seboroik membuat fenomena itu lebih kelihatan. Tentu saja, dibutuhkan keahlian klinis melihat peninggian lesi keratosis seboroik pada pasien dengan dermatitis generalisata yang disebabkan banyak hal. Kemoterapi, khususnya citarabine, bisa menyebabkan peradangan keratosis seboroik, khususnya ketika dikaitkan dengan tanda Leser-Trelat. Maligna acanthosis nigricans muncul sebanyak 35% pasien dengan tanda Leser-Trelat, yang menunjukkan kesamaan mekanisme. Namun, hubungan sebenarnya antara erupsi keratosis seboroik multipel dengan keganasan organ dalam masih harus dijelaskan.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan histopatologi. Komposisi keratosis seboroik adalah sel basaloid dengan campuran sel skuamosa. Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan karakteristiknya. Sarang-sarang sel skuamosa kadang dijumpai, terutama pada tipe irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik terlihat hiperpigmentasi pada pewarnaan hematoksilin-eosin.
Setidaknya ada 5 gambaran histologi yang dikenal : acantholic (solid), reticulated (adenoid), hyperkeratotic (papilomatous), clonal dan irritated. Gambaran yang bertumpang tindih biasa dijumpai. Tipe acantholic dibentuk oleh kolumna-kolumna sel basal dengan campuran horn cyst. Tipe reticulated mempunyai gambaran jalinan untaian tipis dari sel basal, seringkali berpigmen, dan disertai horn cyst yang kecil. Tipe hiperkeratotik terlihat eksofilik dengan berbagai tingkat hiperkeratotis, papilomatosis dan akantosis. Terdapat sel basaloid dan sel skuamosa. Tipe clonal mempunyai sarang sel basaloid intraepidermal. Pada tipe irritated, terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat, dengan gambaran likenoid pada dermis bagian atas. Sel apoptotik terdapat pada dasar lesi yang menggambarkan adanya regresi imunologi pada keratosis seboroik. Kadangkala terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat tanpa likenoid, jarang terdapat netrofil yang berlebihan dalam infiltrat.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel basaloid yang kecil berhubungan dengan sel pada lapisan sel basal epidermis. Kelompok- kelompok melanososm yang sering membatasi membran dapat ditemukan di antara sel.
PROGNOSIS
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak dan tidak menjadi ancaman bagi kesehatan individu. Lesi keratosis seboroik umunya tidak mengecil namun akan bertambah besar dan tebal seiring dengan waktu.
PENGOBATAN
1. Krioterapi
Lesi yang mengganggu pasien baik dari segi gejala atau kosmetik bisa diobati. Krioterapi mungkin pilihan pengobatan untuk kebanyakan jenis lesi. Suatu pembekuan seukuran 1 mm diameter di sekitar lesi menggunakan kapas atau semprotan biasanya menghasilkan respon yang bagus. Jika ada bekas lesi, atau muncul lagi, ulangi pengobatan tadi. Setelah krioterapi, pasca peradangan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi bisa saja terjadi. Walaupun bersifat sementara, perubahan-perubahan pigmen ini bisa bertahan pada pasien berkulit gelap dan bisa sangat mengganggu.
2. Elektrodesisasi
Cara pengobatan lainnya berupa elektrodesisasi diikuti dengan pengangkatan lesi dengan mudah menggunakan kuret diikuti dengan elektrodesisasi ringan.
3. Laser
Terapi laser menggunakan laser pigmen lesi juga efektif, dan ketika digunakan untuk mengobati keratosis seboroik datar, bisa menyebabkan peradangan pasca pigmentasi atau bekas lesi ketika dibandingkan dengan krioterapi atau elektrodesisasi.
4. Bedah scalpel
Pemotongan melalui cara bedah juga efektif, tapi ini bukan pilihan pengobatan karena efek terbalik dari bekas lesinya.
Salah satu bahaya besar menangani “keratosis seboroik” selain dari pemotongan dengan cara bedah adalah lesi yang ditangani bisa menjadi lesi displastik melanositik atau melanoma maligna. Sangat disarankan kalau lesi itu bukan common seborrheic keratosis, maka harus dilakukan pemeriksaan histologi.
5. Flourouracil topikal dan dermabrasi
Cara pengobatan yang agak awam dipakai untuk keratosis seboroik besar termasuk fluorouracil topikal dan dermabrasi.
DIAGNOSIS
Permukaan keratosis sebororik harus dibedakan dengan lentigo yang simple maupun maligna dan harus dibedakan dengan keratosis aktinik, terutama yang berlokasi pada wajah. Pola dan karakteristik permukaan lesi dapat membantu. Warna dan bentuk permukaannya dapat menyerupai nevus melanositik permukaan keratosis seboroik kurang berkilat bila dibandingkan dengan nevus melanositik.
Lesi yang meradang dapat disalahartikan sebagai melanoma maligna. Jika lesi diobati dengan antibiotik topikal dan dioklusi selama 5 hari, diagnosis dapat menjadi jelas. Tetapi jika terdapat keraguan klinis, maka dapat dilakukan pemeriksaan biopsi eksisi dan pemeriksaan patologi.
Posted by halfian at 7:08 PM 0 comments
MEDULLOBLASTOMA
Adalah suatu tumor yang ditemukan di daerah serebellum ( fossa posterior), termasuk salah satu dari PNET (primitive neuroectodermal tumour). Merupakan 7-8% tumor intracranial dari keseluruhan 30% tumor otak pada anak.
Berkembang dari sel neuroepitel yang berasal dari atap ventrikel IV. Sel ini kemudian bermigrasi ke lapisan granular serebellum. Tumor kemudian sering ditemukan di daerah vermis serebelli dan atap ventrikel IV untuk anak-anak berusia lebih muda. Sedangkan anak yang lebih tua sering terdapat di hemisfer serebelli.
HISTOLOGI
Merupakan tumor padat dengan sel yang kecil, inti basofilik, berbagai macam ukuran dan bentuk, sering dengan multiple miosis. Sebenarnya secara histologik tidak terlalu penting, sebab beberapa tumor embrional lainnya (neuroblastoma dan pineblastoma) dapat menunjukkan tampilan yang sama.
Tampak tampilan Homer-Wrigt rosettes.
Subtipe secara histologis :
a. Medullomyoblastoma; berupa sel sel otot polos dan lurik. Terdiri atas sel-selk dengan differensiasi neuronal maupun glial.
b. Melanotic Medulloblastoma; Sel kecil, tidak berdiferensiasi dan mengandung melanin. Tipe yang paling jarang.
c. Large-Cell Medulloblastoma; Medulloblastoma dengan nucleus dan nucleoli yang besar. Sangat reaktif secara imunulogis terhadap synaptophysin. Ini adalah tipe yang terburuk.
GENETIK,FAMILIAL, ENVIRONMENT
Tampak adanya delesi dari lengan pendek kromosom 17 (17p) yakni segmen kromosom yang mengandung tumor suppressor gen.
Secara familial berkaitan dengan Carcinoma Sel Basal Nevoid yang diwariskan secara Autosomal-dominant ( Gorlin Syndrome)
Lingkungan seperti, latar belakang pekerjaan orang tua, keterpaparan dengan karsinogen, kebiasaaan nutrisi ibu, dll, tidak cukup bukti sebagai precursor prevalensi tumor ini.
KLINIS
70-90% mengalami keluhan sakit kepala, emesis, letargi dalam 3 bulan sebelum diagnosis berhasil ditegakkan.
Peningkatan tekanan intracranial dengan gejala = morning headaches, vomit, letargi. Sakit kepala biasanya hilang bila pasien muntah. Anak sering menjadi irritable , anorexia, pertumbuhannya terlambat, lingkar kepala yang bertambah dan dengan sutura kranial yang terbuka.
Disfungsi Serebellar = Ataxia ekstremitas bawah dan atas, yang bertambah berat bila tumor makin bertambah besar dan menginvasi jaringan sekitar
Ganguan batang otak + infiltrasi tumor ke batang otak ataupun oleh peningkatan tekanan intra cranial menyebabkan diplopia, facial waknes, tinnitus, pendengaran hilang, tilt head dan kaku kuduk.
Pada metastases akan menyebabkan gejala local. Seperti metatase ke tulang akan menyebabkan nyeri pinggang; metastase ke Korda Spinalis menyebabkan kelemahan otot tungkai, dll.
STAGING
Penderajatan kelompok resiko tumor ini ditentukan oleh 3 faktor yakni umur,metastase dan pel;uasan penykit pasca operasi. Untuk metastasenya sendiri dibagi lagi dalam beberapa klasifikasi menurut Chang:
Mo : tidak ada metastase
M1 : tumor mikroskopik ditemukan di cairan serebro spinal
M2 : sel tumor nodular di serebellum, subarachnoid serebral, ventrikel III dan ventrikel IV
M3 : sel tumor nodular di subarachnoid medulla spinalis
M4 : metastase ekstra neural.
KELOMPOK RESIKO :
Average Risk : Berusia lebih dari 3 tahun, Mo, tumor residu pasca operasi < 1,5 cm2. Survival rate untuk 5 tahun = 78%.
Poor Risk : Berusia lebih dari 3 tahun, M1–M4, tumor residu pasca operasi > 1,5 cm2. Survival rate untuk 5 tahun = 30-55 %
Infants : Berusia kurang dari 3 tahun, M1-M4, tumor tetap berkestensi pasca operasi. Survival rate untuk 5 tahun = 30 % ( prognosisnya terburuk ).
PEMERIKSAAN
BIOKIMIAWI
Tidak spesifik. Tapi, beberapa studi molekuler dapat menentukan prognosis Medulloblastoma. Adanya ekspresi protein ErbB2 memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan bila ada ekspresi protein TrkC (suatu reseptor neutropin-3) yang memiliki prognosis lebih jelek.
RADILOGI
CT Scan
- Pada CT Scan non kontras, tumor nampak di garis tengah (midline) dari serebelli dan meluas mengisi ventrikel IV.
- Dengan kontras, tumor nampak hiperdens dibandingkan jaringan otak normal oleh karena padat akan sel. Tampakan hiperdens ini amat membantu dalam membedakannya dengan Astrocytoma Serebellar yang lebih hipodense. Bila area Hiperdense ini tampak dikelilingi oleh area yang hipodense, berarti telah ada vasogenic oedem.
Akibat adanya kompresi pada ventrikel IV dan saluran dari CSS (cairan serebrospinal ), akan tampak tanda-tanda hydrocephalus.
- Medulloblastoma juga dapat dibedakan dari Ependymoma yang juga hiperdens, berdasarkan foto CT. Dimana pada ependymoma akan tampak adanya kalsifikasi.
Demikian juga dengan Plexus Coroideus Papilloma yang juga hiperdens, akan terlihat adanya kalsifikasi pada pencitraan dengan CT. Tumor jenis ini terdapat di ventrikel lateral.
MRI
- MRI dengan Gadolinium DTPA adalah pilihan utama untuk diagnostic MB.
- MEsti berhati-hati dilakukan pada anak-anak yang mendapatkan sedative. Sebab, dengan peninggian tekanan intracranial dan tnpa monitoring yang baik, sering kali level CO2 akan sangat meningkat dan makin memp[erburuk hipertensi.
- Pada T1 weight sebelum pemberian Gadolonium, tumor akan tampak hipo intesnsity. Bentuk berbatas mulai dari ventrikel IV hingga primernya di vermis serebelli. Batang otak tertekan dan terdorong ke depan.
- Dengan Gadolinium, akan tampak penguatan bayangan yang lebih homogen bila pada anak-anak. Sedangkan pada pasien dewasa, penguatan bayangannya tampak lebih heterogen.
- Pada T2 weight dan densitas proton, gambar tampak hiperintensity dan dikelilingi oleh area oedem yang lebih hipointernsity.
- Bila tumor meluas ke rostral, akan terjadi hidrosefali pada ventrikel.
- MRI juga dapat memebedakan MB dengan ependimoma. Pada Glioma batang otak exophytic, akan tampak memiliki area perlekatan yang lebih luas pada lantaiu ventrikel IV dibandingkan MB.
Mielographi
- Dahulu pemeriksaan ini adalah tes diagnostic standar untuk MB. Sekarang, pada pasien dengan kontraindikasi MRI, mielographi bersama Ct scan adalah pilihan utama.
Bone Scan
- Karena MB dapat bermetastase di luar CSS dimana sebagian besar ke tulang, maka bone scan penting untuk mendeteksinya.
Scintigraphy (Nuclear Medicine)
- Tidak spseifik. SPECT ( single proton emission CT ) dan PET ( proton emission tomography ) dapat melengkapi MRI dan CT. 80 % tumor MB pada anak akan meng-up take thalium-201 chloride ( 201 TI ) dimana sifat ini sangat berguna dalam membedakan tumor yang high grade dengan low grade dan untuk mendeteksi tumor residual pasca operasi. Mekanisme uptake belum jelas.
LAINNYA
Sebelum melakukan pemeriksaan sitologik sumsum tulang untuk mendeteksi penyebaran tumor leptomeningeal, perlu dilakukan funduskopi ( selain CT atau MRI ) untuk menyingkirkan hidrosefalus.
TERAPI
Terapi standar meliputi pembdehan yang agresif diikuti oleh radiasi ke seluruh sumbo kraniospinal dengan penguatan radiasi pada tempat tumor primer maupun focal metastasenya. Pemberian kemoterapi juga sangat bermanfaat.
RADIOTERAPI
· Average risk group :
Berdasar pada CCG, dosis radio terapi sebesar 23,4 Gy pada sumbu kranio spinal dengan boost pada tumor primer sebesar 32,4 Gy,hingga total radiasi maksimum adalah 55,8 Gy. Hal ini juga berlaku untuk Poor risk group.
· Poor Risk Group
Direkomendasikan 36 Gy pada sumbu kranio spinal dengan boost sebesar 19,8 Gy pada tumor primer dan fokal metastasenya. Metastase spinal yang berada di rostral corda spinalis terminal, di boost hingga total 45 Gy. Sedangkan bila berda di kaudal dari corda spinalis terminal, boleh di boost hingga 50,4 Gy.
· Infants
Pada kelompok ini, radioterapi masih controversial sebab efek samping radioterapi terhadap perkembangan intelektual, lebih berat pada kelompok ini. Strategi yang dilakukan adalah menunda pemberian ( dengan sementara memberi kemoterapi saja ) atau sama menghilangkannya.
Survival rate untuk 3 tahun dengan hanya kemoterapi saja adalah 29 % (tanpa metastase) dan 11 % (dengan metastase). Sementara, bila dengan kemoterapi + radioterapi yang ditunda, survival rate untuk 2 tahunnya meningkat hingga 34 %.
KEMOTERAPI
- Average risk group
Diberikan Vincristine + Lomustin + Cisplastin. 1 tahun setelah radioterapi Kombinasi radioterapid an kemoterapi meningkatkan SR hingga 80% untuk kelompok resiko ini.
- Poor risk group
Setalah terapi induksi seperti pada Average risk group, diikuti pemberian kemoterapi dosis tinggi (biasanya menggunakan Carboplastin dan Thiolepa) ditambah cangkok sumsum tulang secara autologue
- Infants
Setelah induksi seperti pada Average risk group, diikuti kemoterapi dosis tinggi seperti pada Poor risk group.
SURGERY
Meliputi Craniotomi suboccipital.dan dilakukan ventrikuloperitoneal shunt untuk mengatasi hydrocephalus. 40 % pasien pasca operasi mengalami disfungsi neurologik sperti disfungsi serebellar, mutism, hemiparese dalam 12-48 jam pasca operasi, dll.
wassalam
Posted by halfian at 7:05 PM 0 comments
Sunday, April 10, 2005
Ease Your Conscience About Chocolate
Go ahead, it's good for you!
Should you be feeling pangs of guilt as you lusciously bite off the ears of your chocolate Easter bunnies, don’t worry! You actually are doing something good for your health.
Easter is here and one of the world’s most widespread passions is an integral part of it: chocolate! For many chocolate lovers, there is no match for that happy feeling following the consumption of this sweet. Chocolate’s uplifting quality is a result of a substance it releases in the brain: serotonin, which can heighten the senses and brighten our moods. Serotonin is a neurotransmitter, the chemical involved in the transmission of nerve impulses between nerve cells. Rüdiger Lobitz, a nutritionist at the non-profit consumer protection organization “aid infodienst” in Bonn, explained that in our brains, serotonin is responsible for making us feel good. “If we have a serotonin deficiency, we can get depressed,” said Lobitz. Chocolate’s role in stimulating serotonin Serotonin is formed by the amino acid tryptophan. Since our bodies cannot create it on its own, we have to take it in through our food.
“Chocolate itself doesn’t contain high levels of tryptophan, but it has a lot of sugar and this sparks insulin production,” said Lobitz. Insulin, in turn, ensures that the sugar gets into our cells where it belongs. The tryptophan is left over and can therefore reach our brains in an enhanced form and be synthesized into serotonin. “But generally speaking, you can achieve the same affect, of course, with a banana or another sweet food, like pudding or fruit compote,” Lobitz added. Dark chocolate dips blood pressure People, especially women, have known for years that eating chocolate can make you feel good. But scientific research shows that not only does chocolate make us feel better, it has other benefits, such as battling cardiovascular diseases.
Dirk Taubert from the Institute for Pharmacology at the University of Cologne conducted a pilot study on the effects of chocolate on blood pressure. The institute examined 13 patients who suffered from a form of high blood pressure called “systolic hypertension.” Over a two-week period, the patients consumed a bar of dark chocolate daily. “We determined that their blood pressure dropped in the upper, systolic level,” said Taubert. If a patient’s blood pressure was initially 150 to 100, the chocolate could bring it down to 145 to 100. “But when they received white chocolate, we found no effect,” he added. “Our results indicate that certain substances in cocoa can reduce blood pressure,” said Taubert, since the darker the chocolate, the higher its cocoa content. The antioxidant effects of chocolate According to Taubert, so-called polyphenols in the cocoa bean are most likely the cause of the positive results. “The darker the chocolate, the more polyphenols are in it,” he said.
Polyphenols are common substances in the plant world, and can be found in many other types of food, such as apples, red wine or green tea. Nutritionist Lobitz explained that polyphenols also have an antioxidant effect on the body. “This means they help guard the body’s cells from damage by aggressive free radicals, which normally develop in our metabolism,” said Lobitz. And this can, in fact, protect against cardiovascular diseases and some forms of cancer. In fact, there are more polyphenols in cocoa beans than in green tea or wine, for example. “But I wouldn’t recommend anyone consume masses of chocolate just because of the phenols’ positive anti-oxidative effects,” Lobitz added. Chocolate’s historical uses Chocolate came to Europe in the 17th century, and quickly became a status symbol for the nobility, said Andrea Durry from Cologne’s Chocolate Museum. “People at the time thought a lot about cocoa and did studies to determine whether cocoa or chocolate was good for your health,” she said. There were several medical problems that were treated with chocolate. “For example, if you had an iron deficiency in your blood, they had a chocolate preparation with small pieces of real iron in it,” said Durry. There were also chocolate bars similar to the health bars we know today. “They contained a type of grass for throat problems or coughing.” Chocolate bars with quicksilver in them were used for sexual diseases. “But actually, I’m not really sure if they worked,” she noted. The bad news The industrial revolution, of course, made the production of chocolate easier and less expensive, making the sweet more readily available to everyone.
Today, most people can afford to indulge in the health benefits of chocolate. “But chocolate is first and foremost a treat and should be considered as such,” said nutritionist Lobitz. Chocolate’s very high sugar content is not good for your teeth or your waistline. But if you can’t resist, stick to dark chocolate and eat it in moderation.
Source : Sabina Casagrande
Posted by halfian at 3:20 AM 2 comments
Monday, January 03, 2005
Intro
Medicine is a branch of health science concerned with restoring and maintaining health and wellness. Broadly, it is the practical science of preventing and curing diseases. However, medicine often refers more specifically to matters dealt with by physicians, surgeons, nurses and other health professionals.
Medicine is both an area of knowledge (a science), and the application of that knowledge (by the medical profession and other health professionals such as nurses). The various specialized branches of the science of medicine correspond to equally specialized medical professions dealing with particular organs or diseases. The science of medicine is the body of knowledge about body systems and diseases, while the profession of medicine refers to the social structure of the group of people formally trained to apply that knowledge to treat disease.
There are traditional and schools of healing which are usually not considered to be part of (Western) medicine in a strict sense (see health science for an overview). The most highly developed systems of medicine outside of the Western or Hippocratic tradition are the Ayurvedic school (of India) and traditional Chinese medicine. The remainder of this article focuses on modern (Western) medicine.
Source:medicinestuffs.blogspot.com
e mërkurë, 20 shkurt 2008
BLEFARITIS
Postuar nga yudistira në 1:19 e paradites
Emërtimet: Allergy.
Abonohu te:
Posto komente (Atom)
Nuk ka komente:
Posto një koment